Kamis, 31 Maret 2011

Dunia Pasti Berputar (cerpen karya sendiri...^^)

Dunia Pasti Berputar

26 September 2000
“Sani, Sani, cepat kesini, saying!”, terdengar suara keibuan, tenang, memanggil halus. “Iya, Bu”, terdengar langkah kecil, berlari, dialah Sani. Seorang gadis kecil berusia 10 tahun. Hidup debagai seorang anak yatim. Menghabiskan hari-harinya bersama sang Ibu. Hidup tenang di rumah gubuk di pinggiran kota. “Nak, kamu sudah rapi yah? Ibu akan mengulung seperti biasanya. Kamu yang rajin yan sekolahnya,” berkata tersenyum hangat. “Iya, Bu, Sani pergi dulu ya, Bu, Assalamu’alaikum”.

Seperti hari-hari biasanya, Sani berjalan kaki ke sekolah. Hanya yang sedikit berbeda yaitu jalanan yang sdikit becek karena hujan yang sangat deras pada subuh harinya. Tiba-tiba, “cepret”, baju Sani terkotori oleh air hujan yang tersisa di permukaan jalan. Mobil mewah yang mencipratkan air berhenti. Turun seorang anak gadis berpenampilan mewah. Wajahnya halus, putih, terawatt. Bajunya putih bersih dengan rambut yang diikat dua, bergelombang. Sungguh gadis yang manis.Usinya tak jauh beda dengan Sani. Ya, mereke sepantaran. “Kamu nggak apa?” tanyanya dengan terukir senyum di sudut pipinya. “Ya, aku nggak apa”. Namaku Sera, siapa namamu? Sebelumnya aku minta maaf, tadi Pakn supir tak sengaja melewati air becek itu, jadinya kena kamu deh”, sambil mengulurkan tangannya. Sani menjawab, “Iya, nggak apa. Namaku Sani”, membalas menjabat tangan Sera. Dari situlah pertemuan yang akhirnya berujung pada persahabatan yang sangat erat, bahkan lebih rat dari prangko yang ditempel di surat, dan tak mengalakan hubungan kekeluargaan antara seorang anak dan sang bunda.
Ya, mereka berteman sangat dekat. Walau dari status social masyarakat, mereka bagaikan bumi dan langit. Sera yang terkenal sebagai seorang anak pengusaha ternama di daerahnya sedangkan Sani hanyalah seorang anak dari ibu pemulung yang telah ditinggal suaminya sejak Sani masih kecil. Sera yang serba hidup mewah. Apa-apa serba mewah. Antar-jemput mobil mewah. Pembatu hingga 9 orang. Kehidupan yang sangat jauh dengan Sani. Sani yang hidup serba kekurangan. Kesana-kemari selalu jalan kaki. Tapi segala perbedaan itu tidak memudarkan persahabatan mereka, tetapi malah mengukuhkannya. Menjadikan itu sebagai acuan Sani untuk selalu meraih prestasi di sekolhanya, agar kelak bisa hidup mewah seerti yan dirasakan oleh Sera sekarang ini.
1 Oktober 2006
Seperti biasa, Sani dan Sera sedang bermain dengan cerianya di taman yang tidak jauh dari tempat pertama kalinya mereka dipertemukan. Mereka berlari, tertawa, bercerita banyak hal tentang kehidupan. Saling berbagi-mengasihi. Saling merangkul-menyayangi. Ya, itulah persahabatan. “Seraa” terdengar suara keras dan berat mengagetkan candaan mereka. “sini kamu”, suara semakin mengeras tanda mendekati. Mereka saling membalikkan badan. Terlihat sosok laki-laki bertubuh besar, berjas hiam, berpenampilan mewah keluar dari mobil mewah yang di parker disisi trotoar. “Ayah!”, Sera membalas. “Ayo kita pulang, ngapain kamu disini, bersama anak gembel ini lagi”, sambil melihat sinis dan mencemooh kea rah Sani. “Ayah jangan begitu, ini adalah Sani. Dia adalah..”, belum sempat melanjutkan pembicaraanya, ayah Sera langsung menjawab, “Oh init oh pekerjaan kamu selam 6 tahun ini, kamu berteman dengan anak kampungan ini. Mereka itu dari kelompok miskin, Sera, jangan sekali-kali kamu berurusan dengan mereka, mereka hanya akan membebani kamu, dan nantinya kamu akan terpengaruh oleh mereka”, sambil menyeret kasar Sera ke arah mobil. “Tapi ayah, Sani nggak begiti”, berusaha melepaskan genggaman tangan ayahnya. “nggak usah banyak alas an, pokoknya, kamu nggak boleh berteman dengan dia lagi. TITIK”. Mereka masuk ke dalam mobil dan ayah Sera menutup pintu dengan keras. Sungguh pemandangan yang mengaharukan. Bibir Sani seraya bisu, badannya seperti lumpuh, tidak ada yang bisa dilakukannya. Ia hanya bisa melihat kepergian sahabat baiknya dengan tangisan. Sera memberontak di dalam mobil, memukul-mukul jendela mobil, memberikan isyarat kepada Sani bahwa ia tidak ingin berpisah dengannya. Tapi apa daya, kuasa ayahnya terhadapnya sungguh besar.
Sani pulang dengan sejuta kesedihan, kehilangan sahabat terbaiknya. Ketika ia melihat kea rah rumah, pintu rumah dipenuhi banyak orang dengan wajah kesedihan. Langsung ia berlari masuk kedalam, ditemuinya sang Ibu terbujur kaku di atas ranjang biasanya tertidur. “Dek Sani, Ibu telah tiada, ia ditemukan meninggal si kamar ini sesaat setelah Dek Sani pergi sekolah”, kata seorang tetangga dekat Sani. Memang saat Sani pergi sekolah tadi pagi, Ibu memang sakit-sakitan. Tapi Sani tidak tahu akan terjadi kejadian seperti ini. “Dek Sani yang sabar ya”. Rasa tak percaya. Semua orang yang dicintai Sani pergi. Raungan Sani mengagetkan semua yang hadir melayat. Tangisannya tak dapat terbendung. Ibu yang selama ini selalu menyayangi dan menemaninya, pergi meninggalkannya untuk selamanya. Inilah kesedihan yang sangat alam bagi Sani. Ibu pergi selamanya.
1 April 2010
Terlihat dua wanita yang saling tatap mata, dingin, penuh arti. Saling tatap muka, sangat dingin. Dan masih bertatap muka, tatapan yang penuh rindu, terpancar kasih saying. Dua penampilan yang saling berbeda. Yang satu berpenampilan dengan kemeja merah muda, bak businesswoman. Satu lagi berpenampilan biasa saja dengan map merah yang berisi surat lamaran pekerjaan. Tiba-tiba suasana menjadi hangat, dua mata yang tadintya dingin, keni dipanasi oleh butir-butir air mata di pelupuk mata. Mereka saling berpelukan, menahan rindu. Mereka adalah Sera dan Sani. Takdir mempertemukan mereka kembali dengan suasana yang berbeda. Kini Sani telah sukses meraih impiannya. Motivasinya 4 tahun lalu dan kerja kerasnya membuahkan hasil. Walaupun umurnya masih seumur jagung, tapi kecerdasannya menjadikan ia mampu dan diberi kepercayaan untuk memimpin sebuah perusahaan terkenal. Sedangkan Sera, berbalik nasib, semenjak ayahnya bangkrut dan meninggalkannya sendiri dalam kesusahan, hidupnya menjadi luntang latung, tidak jelas. Hidupnya serba kekurangan. “Sera, kamu apa kabar? Aku sangat merindukanmu. “Aku baik-baikl saja. Kamu sungguh banyak perubahan San”, jawab Sera. “Ini juga semua berkat motivasi darimu dulu, Ser” jawab Sani. Kamu tinggal dimana sekarang?”. Sera terhentak diam. “Rumahku dah disita, San, sejak ayahku meninggal, aku tinggal tak jelas berpindah-pindah” Sera menjawab dengan berlinang air mata. “Maafkan aku, Ser, aku nggak bermaksud membuatmu sedih. Kamu tinggal dengan aku saja. Kebetulan dirumah aku hanya sendiri. Kamu sudah kuanggap saudara sendiri. Kamu boleh tinggal bersamaku”. Sera langsung memeluk Sani dan mengucap syukur kepada Allah SWT, atas karunia sahabat yang sangat baik seperti Sani.
Merekapun saling hidup berbagi dipenuhi kasih saying. Itulah kehidupan, kadang diatas dan kadang dibawah. Roda itu selalu berputar. Berusahalah terus dengan sabar, maka Tuhan akan mendengar doa dan menjawab semua usaha kita.

1 komentar: